Tuesday 4 October 2016

Rokok Vs Kemiskinan Indonesia, Kalian Harus Tahu #2

Hallo Guys, semoga kalian sehat selalu ya. Kali ini bang garenk mau kasih informasi yang sangat penting buat teman-teman sekalian. Teman-teman tahu kah kalau ternyata kemiskinan di negara kita ada pengaruh dari kebiasaan kita merokok. Berikut ulasan dari sumber yang bang garenk percaya.

Dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengklarifikasi masalah mengapa rokok masuk dalam salah satu komponen untuk menghitung garis kemiskinan Indonesia. Mengurut perihal angka kemiskinan, kita memang perlu tahu bagaimana cara menghitungnya. Penghitungan kemiskinan BPS mengacu pada pendekatan kebutuhan dasar. Komponen kebutuhan dasar ini terdiri dari kebutuhan makanan dan bukan makanan yang disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan yang diambil dari hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Dan ternyata teman-teman BPS sudah melakukan pendekatan kebutuhan dasar sejak tahun 1998 loh. 

Dengan pendekatan ini, kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, yang kemudian batasan dari sisi pengeluaran inilah disebut sebagai Garis Kemiskinan (GK). 

Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan non makanan (GKMN). Dalam menentukan GKM, perlu ditentukan penduduk referensi. Penduduk referensi adalah 20% penduduk yang berada di atas garis kemiskinan sementara (GKS). GKS diperoleh dari GK periode sebelumnya dan di-inflate dengan inflasi tahun berjalan.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan (termasuk didalamnya beras, daging, telur, rokok, dll) yang riil dikonsumsi penduduk referensi, kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita/hari. Misalkan untuk memenuhi kebutuhan 52 komoditi tersebut perlu dikeluarkan Rp300.000, dan total kalori yang didapat dari 52 komoditi tersebut adalah 1500 kilokalori. Artinya, setiap memenuhi 1 kilokalori diperlukan uang sebesar Rp200 dan untuk memenuhi 2100 kilokalori berarti dibutuhkan uang senilai Rp420.000. Maka didapatlah GKM saat ini adalah Rp420.000.

Setelah menghitung GKM, kita juga perlu menghitung Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). GKNM merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi non makanan terpilih yaitu perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Nilai kebutuhan minimum ini dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran yang didapat dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD2004).

Penjumlahan GKM dan GKNM inilah yang kemudian menjadi GK. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita/bulan dibawah GK dikategorikan sebagai penduduk miskin. Setelah diperoleh penduduk miskin, ini kemudian dilihat lagi pola konsumsinya dari modul konsumsi Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional).

Pada tahap inilah dapat terlihat share masing-masing komoditi baik makanan maupun non makanan terhadap garis kemiskinan. Seperti kita ketahui, bahwa rokok memiliki share terbesar kedua setelah beras baik di pedesaan maupun perkotaan. Suryamin, dalam beberapa kesempatan wawancara langsung oleh media memaparkan “Ketika seseorang yang dikatakan miskin ini mengkonsumsi rokok, ada kemungkinan Ia menjadi tidak miskin apabila mengalihkan pengeluarannya untuk rokok menjadi pengeluaran untuk komoditi makanan yang memiliki kilokalori”.

Nah, merunut pada rilis kemiskinan yang dilansir oleh BPS terakhir, dengan sumbangan rokok pada GKM sebesar 8,08% (perkotaan) dan 7,68% (pedesaan), memang jelas dapat dikatakan bahwa orang yang dikategorikan miskin ternyata banyak yang mengkonsumsi rokok. Bukan berarti orang yang tidak miskin tidak merokok, tetapi bagi mereka share pengeluaran rokok ini sangatlah kecil dibandingkan pengeluaran untuk barang-barang mewah lainnya.

Pada tahun 2015 saja, dari hasil Susenas, dapat dilihat bahwa penduduk berusia 15 tahun keatas yang mengkonsumsi rokok sebesar 22,57 persen di perkotaan dan 25,05 persen di pedesaan. Rata-rata jumlah batang rokok yang dihabiskan selama seminggu mencapai 76 batang di perkotaan dan 80 batang di pedesaan. Luar biasa banyak. Jadi, bagaimana menurut Anda, apakah rokok yang menyebabkan kemiskinan?

Nah teman-teman sekarang tahu kan klo rokok selain merugikan kesehatan kita, rokok juga salah satu penyumbang angka kemiskinan di Indonesia, bang garenk setuju dengan apa yang dikatakan bahwa "Ketika seseorang yang dikatakan miskin dan mengalihkan pengeluaran membeli rokoknya untuk kebutuhan yang lain maka ia menjadi tidak miskin", dan mungkin klo saja seseorang yang dikatakan mampu dan mengalihkan biaya membeli rokoknya untuk membantu mereka yang miskin, maka yang miskin tidak akan miskin juga. Sip, demikian ya teman-teman informasi kali ini, semoga bermanfaat buat kalian. Thanks a Lot, salam berbagi.   


Sumber : -Ferika- (https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/133)

0 komentar:

Post a Comment